13 Juni 2011

Idrus Marham Tak Mau Setengah-setengah

Jakarta: Mengejutkan. Itulah langkah yang ditempuh Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham. Mendadak, Kamis (9/6/2011), politisi muda berdarah Makassar ini mengumumkan pengunduran dirinya sebagai anggota DPR RI.

Pilihan politik mantan Ketua Pansus Century ini memang terdengar agak aneh. Bayangkan, selama ini banyak politisi justru berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kursi empuknya di Senayan, meskipun sejatinya sudah tidak layak menjadi wakil rakyat.

Tetapi Idrus malah menempuh langkah sebaliknya. Padahal sejauh ini, mantan Ketua Umum DPP KNPI ini tidak pernah terdengar tersangkut masalah, baik dalam politik maupun hukum.

Tak pelak sejumlah spekulasi pun bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa pilihan mundur dari DPR itu dilakukan Idrus karena bakal duduks ebagai salah satu menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Kebetulan isu reshuffle memang sudah lama berhembus.

Ada juga yang mengabarkan bahwa Idrus mundur lantaran mendapat tugas khusus dari ketua umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), yang bakal maju sebagai capres pada 2014. Dan berbagai spekulasi lainnya.

Sejauh ini spekulasi tersebut memang belum bisa dibuktikan benar atau tidaknya. Tetapi sejumlah elit Partai Golkar berupaya memberikan penjelasan normatif, bahwa mundurnya Idrus semata-mata agar bisa lebih fokus menjalankan tugasnya sebagai Sekjen Partai Golkar.

Begitu pund engan Idrus sendiri juga punya alasan sama. "Setelah setahun menjadi Sekjen Golkar dan anggota DPR ternyata tidak bisa diam kan, perlu fokus dan serius," akunya saat jumpa pers di gedung DPR seusai pamitan kepada Ketua DPR Marzuki Alie, Kamis (9/6/2011).

Figur Idrus Marham bisa disebut sebagai simbol perubahan di Partai Golkar. Dirinya tercatat sebagai Sekjen pertama dari kalangan sipil. Sejak Golkar berdiri, Sekjen Golkar selalu berasal dari kalangan militer. Yang terakhir di era Jusuf Kalla, Sekjen Golkar juga dari kalangan militer yakni Soemarsono.

Langkah mundur dari keanggotaan DPR ini, juga menjadi contoh tauladan yang ditampilkan Idrus dalam berpolitik. "Kita tidak bisa setengah-setengah baik di DPR maupun di Sekjen. Maju total, di situ menjadi pengabdian kita," tegas mantan Ketua Umum DPP KNPI ini.

Dia mengaku setelah menjalani rangkap jabatan selama setahun terakhir ternyata tidak bisa berjalan efektif. Dia merasakan tidak bisa efektif menjalani dua pekerjaan dalam waktu bersamaan. "Jangan merasa bisa padahal tidak bisa, itu tidak efktif," cetusnya.

Karir Idrus di parlemen kali pertama ia mulai sejak Pemilu 1997. Ia mewakili utusan golongan sebagai Anggota MPR (1997-1999), anggota DPR/MPR 1999-2004, anggota DPR/MPR 2004-2009, serta anggota DPR/MPR 2009-2014.

Pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1962 ini hidupnya lekat dengan organisasi. Sejak tingkat sekolah menengah, ia aktif di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan berlanjut hingga masa kuliah. "Karakter saya adalah pergerakan dan perjuangan. Hal itu tercermin dalam organisasi," katanya.

Aktivitasnya yang beragam di organisasi mulai dari OSIS, Senat Mahasiswa, Dewan Mahasiwa, Pelajar Islam Indonesia (PII), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) serta Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) ikut memperkaya pengalamannya.

Ditambah lagi kegiatannya di Generasi Muda Kosgoro, Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI), Ketua Umum Badan Komunikasi Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Karang Taruna, Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) periode 2002-2005, serta Wakil Pemuda Dunia pada 2005.

Meski aktivis tulen, doktor bidang ilmu politik Universitas Gadjah Mada (UGM) ini tidak mengabaikan pendidikan. Hal ini terlihat dari prestasi yang dicapai di bidang akademik. Dia tercatat sebagai pelajar teladan sejak tingkat SD, SLTP, SLTA, hingga kuliah. Dia tercatat sebagai mahasiswa teladan dan sarjana terbaik di tingkat fakultas dan universitas di IAIN Walisongo, Semarang.

Alasan Idrus masuk dan terjun ke politik praktis tidak terlepas dari pandangannya bahwa perjuangan yang efektif yakni melalui jalur politik. Apalagi menurut Idrus, pasca-reformasi 1998, membuka peluang terhadap partai politik untuk melakukan perubahan melalui mekanisme legislatif.

Nama Idrus di parlemen juga cukup moncer. Saat Panitia Khusus Angket Century pada 2009-2010 lalu, dia membuktikan keraguan publik atas komitmennya mengungkap kasus Bank Century dalam kapasitasnya sebagai Ketua Pansus Century.

Dalam berbagai kesempatan, Idrus kerap menekankan berpolitik jangan sampai melakukan pola intrik antara satu dengan lainnya. Idrus selalu menekankan berpolitik dengan ide, konsep dan fakta. Terjauhkan dari syak wasangka satu sama lain.

Selama menjadi anggota DPR, Idrus termasuk pelaku sejarah dalam perubahan sistem politik di Tanah Air. Di Partai Golkar, kini ia juga memimpin Tim Perubahan Paket UU Politik. Bagi Idrus pikiran dan ide yang tertuang dalam kebijakan merupakan bagian penting dalam perjuangannya. "Saya selalu bicara pada pikiran, pada penataan demokratisasi serta perubahan paradigma pembanguann. Jadi pikirkan dampaknya ke kebijakan," cetus Idrus.

Sosok pemikir memang identik dengan Idrus Marham. Jauh sebelum menjadi politisi, Idrus juga pernah berkarir sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi di Jakarta. Dia pernah menjadi dosen di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Universitas Tarumanegara, STIE Jaya dan STMII Jakarta. Bahkan, Idrus juga pernah didaulat sebagai Pembantu Rektor III di Universitas Islam Attahiriyyah (Uniat), serta Sekretaris Umum Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam se-DKI Jakarta.

Di samping sebagai dosen, berbagai penelitian juga pernah Idrus lakukan baik secara pribadi maupun bersama rekan-rekannya. Tidak sekadar itu, Idrus juga menulis beberapa buku seperti "Pemuda dan Dinamika Kebangsaan", "Nyala Api Kebangsaan", "Agama dan Pembangunan" dan lain-lain.

Meski telah banyak hal yang ia lakukan di kancah politik, bukan berarti Idrus tak memiliki mimpi. Setidaknya hingga saat ini, ia memimpikan tradisi politik dan perdebatan di dalamnya diwanai dengan perdebatan konseptual. "Saat ini masih didominasi politik intrik," cetusnya.

Idrus yang memiliki motto hidup "Maju total atau mundur total" ini memiliki prinsip jika melakukan sesuatu tidak dengan cara setengah-setengah. Jejak rekam yang kompleks yang dimiliki Idrus menjadi modal penting kader NU ini berkiprah hingga kini dipercaya sebagai Sekjen Partai Golkar.

Jiwa pergerakan dan konseptor menjadi modal penting bagi Idrus duduk sebagai jajaran elit Partai Golkar. Tidak salah jika Idrus disebut sebagai politikus yang tidak pernah setengah-setengah.